Jeblog – Desa Jeblog, Kab. Klaten (29/07/24) Anindya Distira dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro yang sudah selesai mengikuti KKN TIM II Undip telah melaksanakan program kerja monodisiplin berupa penyuluhan psikoedukasi terkait pentingnya bagaimana memilih pola asuh yang tepat dan benar dalam mendidik serta membesarkan anak tanpa menggunakan kekerasan. Penyuluhan ini dibawakan oleh Anin dengan judul program kerja “ Happy Family Happy Kids : Pentingnya Pola Asuh Anak Tanpa Menggunakan Kekerasan “ di Balai Desa Jeblog, Dukuh Jeblog, Desa Jeblog, Kecamatan Karanganom, Kab. Klaten.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), jumlah kasus kekerasan terhadap anak telah mencapai 1.993 antara Januari dan Februari 2024. Angka ini berpotensi terus meningkat, terutama jika dibandingkan dengan kasus kekerasan pada tahun 2023. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2023 terdapat 3.547 aduan mengenai kekerasan terhadap anak. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 2.355 kasus pelanggaran perlindungan anak dari Januari hingga Agustus 2023, dengan 861 kasus terjadi di lingkungan pendidikan. Rinciannya adalah 487 kasus kekerasan seksual, 236 kasus kekerasan fisik dan/atau psikis, 87 kasus bullying, 27 kasus terkait fasilitas pendidikan, dan 24 kasus terkait kebijakan. Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) melaporkan bahwa terdapat 2.325 kasus kekerasan fisik terhadap anak pada tahun 2023. Hal ini tentunya tidak lain salah satu faktor tingginya kekerasan yang dialami oleh anak didukung oleh adanya pemilihan pola asuh yang salah oleh orang tua terhadap anak mereka yang dipercaya bahwa dengan kekerasan anak bisa menjadi lebih kuat, tidak cengeng/tidak mudah menangis, dan lebih disiplin. Akan tetapi, banyak dari orang tua yang lupa bahwa pola asuh yang diberikan kepada anak ketika kecil akan memberikan dampak jangka panjang kedepannya dengan bagaimana anak akan siap bersosialisasi dengan lingkungannya dan memiliki karakter seperti apa.
Pendekatan pola asuh anak tanpa kekerasan menekankan pentingnya komunikasi yang penuh kasih dan pengertian, di mana orang tua memberikan bimbingan dan disiplin melalui dialog yang konstruktif, bukan dengan hukuman fisik. Dengan mengutamakan empati dan rasa hormat, pola asuh ini mendorong anak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman dan mendukung, sehingga mereka dapat belajar mengelola emosi dan berperilaku positif secara lebih efektif. Selain itu, pemilihan pola asuh yang salah juga berdampak jangka panjang bagi sang anak, terutama bagaimana sang anak mengelola hubungan interpersonalnya dengan lawan jenis. Bagi anak perempuan, tentunya mereka akan cenderung mencari perhatian dari pria yang lebih tua karena mereka mencari rasa secure yang tidak didapatkan dari keluarga, terutama ayahnya. Sedangkan bagi anak laki-laki, mereka cenderung melakukan kekerasan kepada pasangannya.
Dengan adanya penyuluhan sosialisasi terkait pemberdayaan anak dengan menggunakan pola asuh didik yang benar tanpa menggunakan kekerasan, diharapkan para orang tua murid juga bisa lebih giat untuk belajar memahami pola asuh anak yang baik dan tepat demi keberlangsungan kesejahteraan pembentukkan karakter sang anak kedepannya.
Penulis : Anindya Distira Ramadhanti/ Program Studi S1 Fakultas Psikologi KKN UNDIP TIM II 2024/2025 Desa Jeblog
Dosen Pendamping Lapangan : Ardiana Alifatus Sa’adah S.Si., M.Si.
Lokasi : RW 04, RT 08, Desa Jeblog, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten